BAB 1 PENDAHULUAN
Sejarah
membuktikan bahwa kekristenan dalam perkembangannya tidak terlepas dari suatu
perdebatan yang panjang. Perdebatan itu baik berasal dari internal (dalam
gereja) maupun yang ditimbulkan dari eksternal (dari luar gereja).[1]
Khusunya perdebatan dari luar, dapat dikatakan dimana Kristen ada disitu
memunculkan “perdebatan.” Iman Reformed dengan semangat “Sola Scriptura” berusaha membenarkan ajaran gereja kembali kepada
kebenaran mutlak yaitu firman Tuhan. Menyikapi hal itu penulis dengan semangat
yang sama yaitu Sola Scriptura berusaha
melawan/berapologetika dengan ajaran kebatinan. Hal ini menjadi kerinduan
tersendiri untuk memberikan jawaban kepada umat kristen Jawa khususnya yang
sekalipun sudah percaya kepada Tuhan Yesus
tetapi masih berpegang pada ajaran kebatinan. Dalam hal ini penulis
mengamati ajaran kebatinan aliran “Sapta Dharma” dengan memberikan tema: STUDY APOLOGETIKA TERHADAP AJARAN KEBATINAN
”SAPTA DHARMA”
BAB 2 ISI
1.
Istilah
Apologetika
Kata
Apologetika berasal dari bahasa
Yunani yaitu Apologia. Kata ini sering
dipakai dalam literature non-kristen. Jadi, apologetika Kristen pada dasarnya merupakan suatu pembelaan atas ajaran dan praktek hidup
kristiani terhadap orang yang tidak percaya. Sebagai usaha pembelaan iman
Kristen. Hal ini mengingat bahwa setiap orang percaya harus dapat memberi jawab
kepada mereka yang mempertanyakan iman Kristen. Sebagaimana yang tertulis dalam
1 Petrus 3:15 “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu
sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan
jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang
pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat.” John Frame
mendefinisikan bahwa Apologetika adalah Ilmu yang mengajar orang Kristen
bagaimana memberi pertanggungjawaban
tentang pengharapannya.[2]
Menurut John m. Frame, ia membedakan tiga aspek dari apologetika yaitu:[3]
1. Apologetika
sebagai pembuktian: menyampaikan sebuah dasar rasional bagi iman kepercayaan
atau “membuktikan kebenaran kekristenan.”
2. Apologetika
sebagai pembelaan: menjawab
keberatan-keberatan dari ketidakpercayaan.
3. Apologetika
sebagai penyerangan: menyerang kebodohan dari pikiran yang tidak percaya.
2.
Pengertian
kebatinan
Dalam kehidupan manusia senantiasa
berusaha untuk “menemukan” makna daripada kehidupan yang sesungguhnya. Hal ini
terbukti dari banyaknya ajaran-ajaran manusia, agama, dan berbagai filsafat
yang mencoba memberikan jawaban dari makna kehidupan ini. Semua agama dan
kepercayaan berusaha untuk mengerti dan memahami arti dari pada kehidupan. Hal
yang “unik” bahwa dalam setiap budaya manusia selalu memiliki konsep akan
adanya kuasa yang lebih tinggi atau dalam agama dikenal dengan sebutan “Tuhan”.
Jadi dalam setiap tempat dan budaya manusia dimanapun selalu ditemukan akan
adanya kuasa yang melebihi atau yang “dituhankan”. Setiap suku mempercayai akan
Tuhan. Sebagai contoh adalah suku Jawa.
Mistik Jawa dikenal dengan kebatinan. Kata kebatinan
berasal dari kata Arab Batin yang berarti
sebelah dalam, inti bagian dalam, di dalam hati, tersembunyi dan misterius.[4] Rahmat
Subagya mengatakan: “Batin itu terutama
dipakai dalam ilmu jiwa dan rohani untuk menunjukkan sifat, menurut mana
manusia merasa diri pada dirinya sendiri, tersatu tak terbagi-bagi,
terintegrasi, nyata sebagai pribadi yang benar.[5]
Lebih lanjut Rahmat menjelaskan, oleh sifat batin itu manusia merasa diri lepas
dari segala sesuatu yang semu, yang berganda, yang memaksakan padanya suatu
bentuk hidup serba dua yang tak dapat dihayati secara otentik.[6]
Didalam satra rohani “batin” digunakan sebagai keunggulan terhadap perbuatan lahir,
peraturan dan hukum yang diharuskan dari luar oleh pendapat umum. Penilaian
duniawi seringkali mementingkan kedudukan dan peranan manusia yang tidak
berarti sebenarnya: gelar, pangkat, harta benda, kekuasaan. Semua nilai itu
diremehkan oleh orang batin. Ia berusaha menembus dinding alam pancaindra untuk
bersemayam pada asas terakhir dari kepribadiannya. Yaitu roh.[7]
Puncak pengalaman final manusia dalam perjalanan
mencari Sangka Paraning Dumadi dalam
kejawen disebut Manunggaling kawula Gusti. Kendati berbeda dengan rincian
pengungkapannya disepakatinya bahwa kerinduan kawula ialah menyatu dengan Gusti dalam keabadian. Ini disebut
sebagai alam Sunya, Ma’rifat Wujud Wajib atau sukma Kawekas.[8] Pertemuan
antara iman Kristen dan Kejawen memang terus terjadi dan terus terjadi.
Kenyataannya Injil harus berjuang untuk dapat diterima orang Jawa karena banyak
adat-astiadat Kejawen yang bertentangan dengan Injil.[9]
3.
Sejarah
Berdirinya Sapta Dharma
Sapta Darma
adalah satu-satunya kerohanian di Indonesia,
yang mewajibkan warganya menyembah Hyang Maha Kuasa dan menjalankan hidupnya
berdasarkan tujuh kewajiban suci (darma). Wahyu Sapta Darma diterima oleh Bapak Hardjosapoero di
Pare, Kediri Jawa Timur
pada jam 01.WIB tgl. 27 Desember 1952 (malam Jumat Wage). Sapta Darma adalah
sebuah aliran kerohanian yang berarti tujuh kewajiban suci.[10]
Penerima ajaran Sapta Darma adalah Hardjosapoero, nama aslinya Arjo Sopuro
lahir pada tahun 1910 di Desa Semanding, sebelah Utara kecamatan Pare kabupaten
Kediri. Bersekolah hanya sampai kelas 3 Sekolah Dasar karena orang tuanya tak
mampu membeayai. Pekerjaan sehari-harinya sebagai tukang cukur. Tidak pernah berguru
atau mencari ilmu pada kyai atau ulama lain, seperti yang umumnya dilakukan
oleh para mitranya.
Yang perlu
di garis bawahi:
1. Bapak Ardjo Sopuro
sebagai Bapa Panuntun Agung Sri Gutomo, sebagai penerima wahyu, sebelum
menerima wahyu bukan ahli mengobati dengan magnetisme, bukan dukun, pekerjaan
Pak Arjo Sopuro sebagai tukang cukur. Berpendirian keras dan jujur serta dapat
dipercaya. Karena sifatnya ini, beliau dipercaya para pedagang berlian untuk menyimpan
dagangannya jika mereka kemalaman dijalan. Justru setelah menerima wahyu,
beliau mempunyai kemampuan untuk pengobatan dan banyak lagi kemampuan yang
lain, begitu pula kejadiannya dengan warga Kerohanian Sapta Darma yang tekun
ibadahnya, mereka akan mendapat anugrah berupa kemampuan lebih dari manusia
umumnya bila mana sujudnya dijalankan dengan tekun.
2. Kerohanian Sapta Darma
berdasar dari perijinan bukan kebatinan, melainkan Kerohanian bahkan ketika
wahyu di terima Bapa Harjo Sapura atau Bapa Panuntun Agung Sri Gutomo berbunyi Agama
Sapta Darma. Sewaktu Juru Bicara Panuntun Agung (Ibu Suwartini Martodiharjo
SH., anggota MPR fraksi Utusan Daerah) bertemu Menteri Agama pada masa
pemerintahan Presiden Soeharto tentang masalah perijinan, menyatakan bahwa
beliau (Bopo Panuntun Agung Sri Gutomo) tidak pernah menyatakan diri sebagai
nabi, sedang agama harus ada nabinya, maka jadilah Kerohanian Sapta Dharma.
Kata 'Agama' yang tertulis pada "Agama Sapta Darma" tidak diartikan
sebagai kata 'agama' pada umumnya, tetapi singkatan dari A= Asal mula kehidupan
manusia dan gama = kama = bibit manusia yang suci.
3. Kerohanian Sapta Darma
bukan pecahan dari agama manapun. Oleh karena itu Allah di dalam Kerohanian
Sapta Darma bukanlah Hyang Widhi, karena Hyang Widhi adalah Allah pada Agama
Hindu, dan tidak didirikan oleh bapa Hardjo Sapuro, melainkan datang dengan
sendirinya kepada beliau.
· Ajaran
Ajaran Sapta
Darma sekilas pandang memiliki makna yang sederhana, namun memiliki korelasi
yang sangat luas dalam kehidupan, dan tidak akan ada selesainya jika ingin
dijadikan bahan perbincangan. Karena pada akhirnya akan meliputi segala aspek
kehidupan, baik dunia manusia, dunia roh dan jin serta setan. Intisari dari
ajaran ini bersumber pada:1. Sujud 2. Wewarah Tujuh 3. Sesanti.
Dalam buku Wewarah Agama Sapta Darma, Sri
Pewenang menjabarkan inti sari ajaran
Sapta Darma yaitu:[11]
1.
Menanamkan kebalnya kepercayaan dengan menunjukkan
bukti-bukti serta kesaksian bahwa Allah ada dan esa adanya. Juga bahwa Allah
menguasai Alam semesta dengan segala isinya bahwa ia mempunyai lima sifat utama
yaitu: Mahaagung, Maharokhim, Mahaadil, Mahawasesa, dan Mahalanggeng.
2.
Melatih kesempurnaan penyembahan (sujud) yaitu
penyembahan rohani kepada Yang Mahakuasa, berusaha mencapai budi luhur, dengan
cara yang mudah dan sederhana yang dapat dilakukan oleh semua umat.
3.
Mendidik manusia untuk bersikap suci dan jujur,
berusaha mencapai nafsu budi pekerti yang ditunjukkan kepada keluhuran dan
keutamaan bagi bekal hidup kemasyarakatan di dalam dunia ini dan akhirat. Warga
Sapta Darma harus menjadi “Satria Utama” yang senantiasa “trap susilo berbudi bawa leksana” (bersopan santun, bermurah hati
dan menepati apa katanya).
4.
Mengajar para anggota hidup dengan teratur secara
jasmani dan rohani.
5.
Melatih kesempurnaan sujud menurut aturannya agar
dapat mendapatkan kewaskitan dibidang penglihatan, pendengaran dan percakapan.
Konsep ajaran Sapta Darma:
Allah di dalam
ajaran Sapta Darma adalah Zat yang Mutlak, dalam arti yang mendasar Allah Hyang
Maha Kuasa adalah Zat yang bebas dari segala hubungan sebab akibat. Dia adalah
Mutlak, sumber segala sebab - akibat. Sumber dari alam semesta beserta isinya.
Ditambah lagi dengan sifat-sifat keluhuran, Yang Maha Agung, Maha Rahim, Maha
Adil, Maha Wasesa, dan Maha Langgeng.[12]
Kelima sifat Allah tersebut disebut Pancasila Allah (sesuai dengan WAHYU
yang diterima) dalam Kerohanian Sapta Darma ini.
Ajaran Sapta
Darma mengenai manusia mengajarkan nilai bahwa manusia adalah kombinasi dari
roh dan benda. Roh itu adalah sinar cahaya Allah sehingga manusia dapat
berhubungan (berkomunikasi) dengan Allah, sedangkan benda adalah tubuh manusia
itu sendiri. Kombinasi antara roh dan benda ini ada karena perantaraan orang
tua manusia yaitu bapak dan ibu. Manusia menurut Sapta Darma ialah makhluk yang
tertinggi di atas hewan dan tumbuhan. Oleh karena itu menurut aliran ini di
dalam tubuh manusia terdapat radar, yang apabila dipelihara dengan baik dapat
memberikan kewaspadaan (ke-aware-an) di dalam menjalani hidup ini. Keadaan
manusia pada umumnya mengonsumsi makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhan,
sehingga dari makanan tersebut timbullah efek samping baik itu yang baik atau
yang jahat. Hal ini berarti bahwa manusia itu menurut Sapta Darma adalah
menaklukan diri sendiri dari permainan hawa nafsunya sendiri. Ajaran Sapta
Darma mengenai manusia diterangkan dalam mempergunakan simbol Sapta Darma
seperti berikut.[13]
Maksud dan makna simbol tersebut adalah :
1.
Bentuk segi empat belah ketupat menggambarkan asal
mula terjadinya manusia, yaitu:
belah ketupat itu memiliki empat sudut.Sudut puncak : Sinar Cahaya Allah.Sudut bawah sari-sari bumi. Sudut kanan dan kiri : perantaranya ayah dan ibu.
belah ketupat itu memiliki empat sudut.Sudut puncak : Sinar Cahaya Allah.Sudut bawah sari-sari bumi. Sudut kanan dan kiri : perantaranya ayah dan ibu.
- Tepi belah ketupat yang berwarna hijau tua, menggambarkan wadag (raga) manusia.
- Dasar warna hijau muda (maya), merupakan gambar Sinar Cahaya Tuhan. Berarti bahwa didalam wadag/raga manusia diliputi Sinar cahaya Allah.
- Segitiga sama sisi yang berwarna putih dengan tepi kuning emas menunjukkan asal terjadinya (dumadi) manusia dari tritunggal, ialah:
a. Sudut atas : sinar cahaya Allah
b. Sudut Kanan Bawah : Air sarinya
Bapak (Nur Rasa)
c. Sudut Kiri Bawah : air sarinya Ibu (Nur Rasa)
Warna putih menunjukkan bahwa
asal manusia dari barang yang suci/bersih baik luar maupun dalamnya. Sedangkan
garis kuning emas yang ada ditepi segitiga mempunyai arti bahwa ketiganya asal
manusia tersebut mengandung Sinar Cahaya Allah.
- Segi tiga sama sisi yang tertutup lingkaran warna hitam, merah, kuning, putih, tersebut membentuk tiga buah segitiga sama sisi pula yang masing-masing segi tiga mempunyai 3 sudut sehingga 3 segitiga jumlahnya ada 9 sudut ini melambangkan bahwa manusia memiliki 9 lobang (babahan hawa sanga) yang terdiri dari mata ada 2 lubang, hidung 2 lubang, telinga 2 lubang, mulut 1 lubang, kemaluan 1 lubang, pembuangan/pelepasan 1 lubang.
- Lingkaran melambangan keadaan manusia yang selalu berubah-ubah (anyakra manggilingan) dimana manusia akan kembali ke asalnya, rohani kembali kepada Hyang Maha Kuasa untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di dunia, sedang jasmaninya kembali ke bumi.
- Lingkaran hitam melambangkan, bahwa manusia memiliki nafsu angkara, nafsu ini berasal dari hawa hitam, karena mempunyai getaran yang beku, wujudnya antara lain berupa kata-kata yang kotor, pikiran, dan kemauan yang jelek dan seterusnya.
- Lingkaran merah melambangkan bahwa manusia memiliki nafsu amarah.
- Lingkaran Kuning melambangkan nafsu keinginan yang timbul karena indera penglihatan.
- Lingkaran putih melambangkan nafsu kesucian/perbuatan yang suci.
- Besar kecilnya lingkaran melambangkan besar kecilnya 4 sifat tersebut.
- Lingkaran putih ditutup gambar Semar, ini melambangkan lubang ke 10 yang tertutup (Pudak Sinumpet) yang letaknya di ubun-ubun.
- Warna putih pada gambar Semar melambangkan Nur Cahaya atau Nur Putih, Nur Petak ialah Hawa Suci (Hyang Maha Suci) dimana hanya Hyang Maha Sucilah yang mampu berhubungan dengan Hyang Maha Kuasa, caranya dengan menyatukan rasa di ubun-ubun hingga terwujud Nur Putih. Gambar Semar juga melambangkan Budi Luhur.
- Gambar Semar menunjuk dengan jari telunjuk, melambangkan memberikan petunjuk pada manusia bahwa hanya ada satu sesembahan yaitu Allah Hyang Maha Kuasa.
- Semar menggenggam tangan kirinya mengkiaskan bahwa ia telah memiliki keluhuran. Semar pakai kelintingan suatu tanda agar orang mendengar bila telah dibunyikan. Semar memakai pusaka menunjukkan bahwa tutur katanya (sabdanya) selalu suci. Lipatan kainnya 5 menunjukkan bahwa Semar telah memiliki dan dapat menjalani lima sifat Allah : Agung, Rokhim, Adil, Wasesa, dan Langgeng.
- Tulisan dengan huruf Jawa : Nafsu, Budi, Pakerti, pada dasar hijau maya. Artinya memberi petunjuk bahwa manusia memiliki nafsu budi dan pakerti baik yang luhur maupun rendah/asor atau yang baik maupun yang buruk.
- Tulisan Sapta Darma berarti : Sapta berarti tujuh, Darma berarti amal kewajiban suci, maka dari itu warga Sapta Darma wajib menjalankan isi wewarah tujuh seperti yang dikehendaki Hyang Maha Kuasa.
Dengan
mengetahui asal manusia dan isi yang ada didalam tubuh manusia yang harus
dimengerti serta harus diusahakan oleh manusia demi tercapainya keluhuran budi
pakerti sesuai dengan Wewarah Ajaran Kerohanian Sapta Darma.
Cita-Cita Ajaran
Kerohanian Sapta Darma bertujuan untuk kebahagiaan pengikut-pengikutnya baik di dunia maupun di akhirat. Intisari dari ajaran adalah untuk membentuk pribadi manusia yang asli berdasarkan keluhuran budi, serta menjadikan penghayatnya memiliki sikap satria utama.
Wewarah Tujuh
Wewarah tujuh merupakan pedoman hidup yang harus dijalankan warga Sapta Darma. Isi dari Wewarah Tujuh adalah : Dalam bahasa Jawa :
Wewarah Pitu
Wajibing Warga Sapta Darma saben warga kudu netepi wajib:
1. Setya tuhu marang Allah Hyang Maha
Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa lan Maha Langgeng. 2. Kanthi jujur
lan sucining ati kudu setya nindakake angger-anggering negarane. 3. Melu
cawe-cawe acancut taliwanda njaga adeging Nusa lan Bangsane. 4. Tetulung marang
sapa bae yen perlu, kanthi ora nduweni pamrih apa bae, kejaba mung rasa welas
lan asih. 5. Wani urip kanthi kapitayan saka kekuwatane dhewe. 6. Tanduke
Marang warga bebrayan kudu susila kanthi alusing budi pakarti, tansah agawe
pepadhang lan mareming liyan. 7. Yakin yen kahanan donya iku ora langgeng
tansah owah gingsir (anyakra manggilingan)
Dalam Bahasa Indonesia:
1.
Setia
kepada Allah Hyang ; Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa, dan
Maha Langgeng
- Dengan jujur dan suci hati melaksanakan perundang-undangan negaranya
- Turut serta menyingsingkan lengan baju demi mempertahankan nusa dan bangsanya
- Bersikap suka menolong kepada siapa saja tanpa mengharapkan balasan apapun, melainkan hanya berdasarkan pada rasa cinta dan kasih
- Berani hidup berdasarkan pada kepercayaan atas kekuatan diri sendiri
- Sikap dalam hidup bermasyarakat selalu bersikap kekeluargaan yang senantiasa memperhatikan kesusilaan serta halusnya budi pekerti, selalu menjadi penunjuk jalan yang mengandung jasa serta mamuaskan
- Meyakini bahwa keadaan dunia itu tidak abadi dan selalu berubah-ubah (anyakra manggilingan - Jawa), sehingga sikap warga dalam hidup bermasyarakat tidak boleh bersifat statis dogmatis, tetapi harus selalu penuh dinamika.
Ritus
Ritus merupakan cara yang dilakukan dalam sebuah agama atau kepercayaan. Dan dalam Sapta Darma, ritus yang digunakan oleh umatnya untuk mencapai kelepasan ialah dengan Sujud dan mengamalkan Wewarah pitu (tujuh petuah).
Sikap yang harus diperhatikan
dalam sujud antara lain:
Orang harus
duduk bersila, dan menghadap ke timur. Timur berasal dari kata Wetan Wetan berasal dari kata Wiwitan atau Kawitan (Permulaan).[14]
Jadi apabila orang bersujud kepada Tuhan, ia harus ingat bahwa ia berasal dari
barang suci, dan harus benar-benar suci luar
dan dalam artinya dalam perkataan dan perbuatan.[15]Selanjutnya
dalam sujud itu tangan harus bersedekap sedemikian rupa, hingga tangan kanan
terletak pada tangan kiri. Mata diarahkan ke bawah, memandang tajam ke satu
titik di hadapannya pada jarak satu meter. Duduknya harus tegak lurus, bersikap
tenang, dan tidak memikirkan apa-apa. Kepala tidak boleh menggeleng ke kiri
atau ke kanan, juga tidak menengadah ke atas atau menunduk ke bawah.
Dalam ritus
sujud ini, sikap tunduk dan tubuh yang tegak harus dilakukan minimal tiga kali,
pada tundukan yang pertama mengucapkan dalam hati, "Hyang Maha Suci Sujud
kepada Hyang Maha kuasa" (tiga kali) dan setelah menunduk kedua kalinya,
umat harus mengucapkan dalam hati: “Kesalahan Hyang Maha Suci mohon ampun
kepada Hyang Mahakuasa”(tiga kali). Berikutnya setelah menunduk ketiga kalinya,
umat harus mengucapkan: “Hyang Mahasuci bertobat kepada Hyang Mahakuasa” “(tiga
kali). Tiga tundukan ini disebut Sujud Wajib boleh dan disarankan
menambah tundukan, untuk permohonan sesuai keinginan yang melakukan ibadah.
Yang harus dilakukan dalam sujud
menurut Wewarah demikian:
Air sari atau
air putih/suci berasal dari sari-sari bumi yang akhirnya menjadi bahan makanan
yang dimakan manusia. Sari-sari makanan tersebut mewujudkan air sari yang
tempatnya di ekor (Jawa
= Cetik/silit kodok/brutu). Bila bersatu padunya getaran sinar cahaya dengan
getaran air sari yang merambat berjalan halus sekali di seluruh tubuh,
menimbulkan daya kekuatan yang besar sekali, kekuatan ini disbut Atom Berjiwa
yang ada pada pribadi manusia.
Sesanti
Sesanti atau semboyan warga sapta darma berbunyi "Ing ngendi bae, marang sapa bae warga sapta darma kudu suminar pindha baskara"(bahasa jawa).Dalam bahasa Indonesia berarti ; di mana saja dan kepada siapa saja (baik seluruh maklhuk hidup atau mati) warga Sapta Darma haruslah senantiasa bersinar laksana surya Semboyan. Makna dari semboyan ini adalah kewajiban bagi warganya untuk selalu bersikap tolong-menolong kepada semua manusia.
Kehidupan Setelah Kematian
Warga Sapta Darma tidak membicarakan surga dan neraka, tetapi mempersilahkan warga Sapta Darma untuk melihat sendiri adanya surga dan neraka tersebut dengan cara racut (mati sakjroning urip). Kejahatan, kesemena-menaan, dan sebagainya mencerminkan neraka dengan segenap reaksi yang ditimbulkannya. Begitu juga dengan kebaikan seperti bersedekah, mengajarkan ilmu berbudi yang luhur, menolong sesama mencerminkan surga.
Toleransi Antar Umat Beragama
Toleransi antara umat beragama merupakan salah satu
aspek yang sudah diajarkan dalam Sapta Darma. Hal ini mengacu pada nasihat
Tuntunan Agung Sapta Darma, Ibu Sri Pawenang yang menyatakan bahwa warga Sapta
Darma dilarang keras memaksakan orang lain dalam hal melaksanakan sujud maupun
untuk menjadi warga Sapta Darma.
Ibadah
Pemeluk Sapta Darma mendasarkan apa
saja yang dilakukan sebagai suatu ibadah, baik makan, tidur, dsb. Tetapi ibadah
utama yang wajib dilakukan adalah Sujud, Racut, Ening dan Olah Rasa.
- Sujud, adalah ibadah menyembah Tuhan; sekurang-kurangnya dilakukan sekali sehari jika tidak melaksanakan maka terhitung mundur 40 hari hidupmu.
- Racut, adalah ibadah menghadapnya Hyang Maha Suci/Roh Suci manusia ke Hyang Maha Kuwasa. Dalam ibadah ini, Roh Suci terlepas dari raga manusia untuk menghadap di alam langgeng/surga. Ibadah ini sebagai bekal perjalanan Roh setelah kematian.
- Ening, adalah semadi, atau mengosongkan pikiran dengan berpasrah atau mengikhlaskan diri kepada Sang Pencipta.
- Olah Rasa, adalah proses relaksasi untuk mendapatkan kesegaran jasmani setelah bekerja keras/olah raga
Sanggar
Tempat ibadah warga Sapta Darma disebut
"Sanggar" dengan seorang Tuntunan yang ditunjuk sebagai
pemimpin dan bertanggungjawab dalam membina spiritual warga di sanggar
tersebut. Warga Sapta Darma mengenal dua nama sanggar yaitu "Sanggar Candi
Sapto Renggo" dan "Sanggar Candi Busono". Sanggar Candi Sapto
Renggo hanya ada satu di Jogjakarta, adalah pusat kegiatan kerohanian Sapta
Darma. Sanggar Candi Busono adalah sanggar yang tersebar didaerah-daerah.
4. Apologetika Terhadap Ajaran Kebatinan Sapta
Darma
Dengan melihat
uraian mengenai ajaran kebatinan Sapta Darma telah diketahui bagaimana
Konsep-konsep ajaran Sapta Darma yang menjadi dasar kepercayaan dan keyakinan
mereka sebagai warga Sapta Darma. Dalam hal ini penulis mencoba memberikan
jawaban dan kritik terhadap konsep-konsep ajaran Sapta Darma dalam perspektif
iman Kristen Reformed.
1. Ajaran Mengenai Allah
Sapta Darma
Percaya bahwa Allah adalah yang memulai segala sesuatu pencipta alam semesta
dan segala isinya. Allah yang dipahami oleh pengikut kebatinan Sapta Darma
adalah Allah yang memiliki lima sifat keagungan mutlak yaitu: Allah Maha Agung,
Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa dan Maha Langgeng. Menurut pengamatan
penulis sampai disini diketahui bahwa
Allah yang dimengerti oleh Sapta Darma adalah Allah yang memiliki lima sifat yang disebut Pancasila
Allah. Menjadi pertanyaan penulis apakah Allah yang dimaksud oleh Sapta Darma
adalah Allah yang memiliki “kepribadian” atau hanya menunjukkan “sifat saja”?
Kekristenan mengakui Allah adalah Allah yang
berpribadi pencipta segala sesuatu. Kejadian 1: 1. ”Pada mulanya Allah menciptakan Langit dan bumi.” Dalam Pengakuan
Iman Westminster yang menyatakan tentang Allah:[16]
1.
Hanya ada satu Allah yang hidup dan sejati yang tidak
terbatas dalam keberadaan dan kesempurnaan, Roh Yang Maha Murni, tidak
kelihatan tanpa tubuh, anggota-anggota tubuh atau nafsu-nafsu, tidak berubah,
mahabesar, kekal, tidak terpahami, mahakuasa, mahabijaksana, mahakudus,
mahabebas, mahamutlak, yang mengerjakan segalanya seturut keputusan dan
kehendak-Nya, yang tidak berubah dan mahabenar, bagi Kemuliaan-Nya, mahakasih,
maha baik, mahasetia, panjang sabar, berlimpah kebaikan dan kebenaran,
mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa, memberi upah kepada mereka yang
dengan tekun mencari-Nya, tetapi juga mahaadil, dan dahsyat dalam
penghakiman-Nya membenci segala dosa, dan tidak membebaskan orang-orang yang
bersalah.
2.
Allah memiliki segala kehidupan, kemuliaan, kebaikan,
kebahagiaan didalam dan dari diri-Nya sendiri, dan hanya didalam dirinya
sendiri mahamencukupi, tidak memerlukan apa-apa dari ciptaan-ciptaan yang
dijadikan-Nya, dan juga tidak mendapatkan kemuliaan dari mereka, tetapi hanya
menyatakan kemuliaan-Nya sendiri didalam, melalui, bagi dan pada mereka. Dialah
satu-satunya sumber dari segala kehidupan dan
segala sesuatu adalah dari-Nya, oleh-Nya dan kepada-Nya, dan memiliki
kuasa yang mahaberdaulat atas mereka, atau pada mereka segala sesuatu
dikehendaki-Nya. Didalam pandangan-Nya segala sesuatu terbuka dan jelas,
pengetahuan-Nya tidak terbatas, sempurna, dan tidak tergantung pada ciptaan,
sehingga bagi-Nya tidak ada sesuatu apapun yang tidak pasti, atau tidak tentu.
Dia mahakudus didalam segala keputusan kehendak-Nya, didalam segala karya-Nya,
dan didalam segala perintah-Nya. Dia layak menerima segala penyembahan,
pelayanan dan ketaatan dari malaikat-malaikat dan manusia-manusia dan segala
ciptaan lainnya, yang Dia berkenan untuk menuntunya dari mereka.
Berdasarkan Pengakuan Iman Westminster, kita
mengetahui pribadi Allah yang dipercaya oleh orang Kristen. Allah ada dengan
sendiri-Nya Ia adalah “pengerak yang tidak digerakkan”Allah Eksis pada Diri-nya
sendiri. Eksistensi Allah dalam diri-Nya adalah suatu konsep yang sulit kita
pahami karena itu berarti bahwa Allah sebagaimana adanya Dia dalam Diri-Nya
sendiri tidak dapat dikenal.[17]
Segala sesuatu yang kita ketahui pasti memiliki penyebab yang cukup untuk
menjelaskannya. Selanjutnya Boice mengatakan bahwa sebab dan akibat adalah
dasar bagi kepercayaan kepada Allah yang dimiliki oleh mereka yang sebagaimana
pun juga tidak sungguh-sungguh mengenal Dia.[18]
Individu-individu seperti itu mempercayai Allah bukan karena mereka telah
memiliki suatu pengalaman pribadi akan Dia atau karena mereka telah menemukan
Allah dalam Kitab Suci, tetapi hanya karena mereka menyimpulkan
eksistensi-Nya.”segala sesuatu berasal dari segala sesuatu”.[19]
Allah yang
dipahami oleh Kristen dan Allah orang Kristen berbeda dengan Allah yang diajarkan
dan diimani Sapta Darma. Sifat-sifat Allah tidak hanya Allah Maha Agung, Maha
Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa dan Maha Langgeng. Tetapi yang adalah Allah yang
melebihi segalanya dan “tidak dapat” dan
“tidak mampu” dipahami, dimengerti oleh manusia. Teologi Reformed percaya bahwa
Tuhan dapat dikenal akan tetapi tidak mungkin manusia dapat memperoleh
pengenalan yang lengkap dan menyeluruh
dan sempurna tentang Dia. Memiliki pengenalan sedemikian tentang Allah
sama artinya dengan memahami Dia sepenuhnya dan hal ini sama sekali tidak
mungkin.[20] “Finitum non posit capere infinitum (yang
fana tak mungkin memahami yang kekal). Pengenalan yang benar hanya dapat
diperoleh melalui penyataan ilahi dan hanya oleh manusia yang menerima semua
ini dengan iman seperti seorang anak kecil.[21]
2. Ajaran Mengenai Manusia
Sapta Darma
menggambarakan manusia sesuai dengan lambang dari Sapta Darma berbentuk bela
ketupat dengan dikelilingan oleh lingkaran dan ditengah ada gambar semar.
Menurut Ajaran Sapta Darma mengenai manusia mengajarkan nilai bahwa manusia:
1.
Adalah kombinasi
dari roh dan benda. Roh itu adalah sinar cahaya Allah sehingga manusia dapat
berhubungan (berkomunikasi) dengan Allah, sedangkan benda adalah tubuh manusia
itu sendiri. Kombinasi antara roh dan benda ini ada karena perantaraan orang
tua manusia yaitu bapak dan ibu.
2.
Manusia menurut
Sapta Darma ialah makhluk yang tertinggi di atas hewan dan tumbuhan.
3.
Menurut aliran ini didalam tubuh manusia terdapat
radar, yang apabila dipelihara dengan baik dapat memberikan kewaspadaan
(ke-aware-an) di dalam menjalani hidup ini.
4.
Keadaan manusia
pada umumnya mengonsumsi makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhan, sehingga
dari makanan tersebut timbullah efek samping baik itu yang baik atau yang
jahat. Hal ini berarti bahwa manusia itu menurut Sapta Darma adalah menaklukan
diri sendiri dari permainan hawa nafsunya sendiri.
Apolegetika penulis tentang
konsep manusia menurut ajaran Sapta Darma:
1.
Dikatakan manusia adalah kombinasi antara roh dan
benda. Kombinasi ini terjadi karena perantaraan bapak dan ibu. Pertanyaannya
kalau demikian darimana asal muasal manusia pertama, siapa yang menciptakan
manusia. Lambang Sapta Darma menggambarkan belah ketupat melambangkan asal
manusia. Melihat hal ini, keberadaan manusia karena sinar cahaya Allah (sudut
atas), antara kesatuan ibu dan bapak (sudut pada kedua sisi kanan dan kiri) dan
sari bumi (sudut bawah). Iman Kristen mengajarkan bahwa keberadaan manusia
adalah karena diciptakan oleh Allah. Kejadian 1: 26-27 Berfirmanlah
Allah: "Baiklah Kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh
bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."Maka Allah menciptakan manusia itu
menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan
perempuan diciptakan-Nya mereka.
Iman Kristen
mengakui manusia diciptakan oleh Allah menurut gambar dan rupa Allah (image Dei). Manusia diciptakan dari
tidak ada menjadi ada Creation ex Nihilo.
Manusia memiliki keunikan tersendiri dalam penciptaan hal ini yang
membedakan manusia dengan makhluk ciptaan lainnya. Manusia diciptakan pada
urutan terakhir dalam proses penciptaan The
final creation of God is the existence of man.[22]
2.
Bukannkah konsep Sapta Darma mengenai manusia sama
dengan ajaran filsafat gnostik yang mengajarkan bahwa manusia terdiri dari dua
bagian yaitu tubuh dan roh. Roh itu baik sedangkan tubuh jahat. Tubuh adalah
penjara jiwa. Manusia selalu terkekang oleh hawa nafsunya karena ia makan dari
makanan tumbuhan dan hewan. Seolah-olah makanan membuat manusia “berdosa”
karena dengan makanan itu menimbulkan hawa nafsu. Melalui makanan menimbulkan
efek samping bagi manusia. Bukankah makanan adalah kebutuhan mendasar dalam
kehidupan manusia? Setiap manusia membutuhkan asupan makanan dan minuman untuk
proses metabolisme tubuh. Makanan tidak menyebabkan manusia berdosa tetapi
memang dosa timbul karena manusia makan. Peristiwa kejatuhan manusia sebabkan
karena ia memakan buah larangan yaitu buah pengetahuan tentang yang baik dan
yang jahat. Manusia melanggar hukum Allah, manusia tidak taat akibat bujukan
dan hasutan iblis yang menjelma dalam diri ular manusia telah jatuh ke dalam
dosa Kejadian 3: 6 “Perempuan
itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya,
lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil
dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang
bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya. Maka terbukalah mata
mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat
daun pohon ara dan membuat cawat.” Akibat dari dosa itu semua manusia berdosa tidak ada manusia yang tidak
berdosa.
Roma 3: 10 “Tidak ada yang benar seorangpun tidak”.
Roma 3: 23 “Karena semua orang telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan
Allah”Roma 5: 12. “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh
satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar
kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa
(Rom 5:12 ITB).
Manusia berada dalam keadaan “Total Depravity”
kerusakan total berarti manusia tidak pernah dapat melakukan yang secara
fundamental menyenangkan Allah dan bahwa pada kenyataannya manusia selalu
berbuat jahat.[23]
Apapun yang dikerjakan oleh manusia selalu membawa dan mengarahkan kepada hal
yang jahat.
3.
Sapta Darma mengatakan bahwa dalam diri
manusia ada radar yang apabila dipelihara akan membuat manusia memiliki
kewaskitaan (penerangan penglihatan). Dalam hal ini bagi iman Kristen dalam
diri orang percaya didiami oleh Roh Kudus. Yang selalu memimpin dan mengarakan
manusia kedalam kebenaran.
Apologetika penulis mengenai Cita-Cita
Ajaran
Kerohanian
Sapta Darma bertujuan untuk kebahagiaan pengikut-pengikutnya baik di dunia
maupun di akhirat. Intisari dari ajaran adalah untuk membentuk pribadi manusia
yang asli berdasarkan keluhuran budi, serta menjadikan penghayatnya memiliki
sikap satria utama. Jika kita perhatikan tujuan dari Sapta Darma adalah “Kebahagiaan
pengikutnya di dunia dan akhirat.” Cita-cita dari ajaran Sapta Darma
bertentangan dengan dengan pemikiran mereka tentang kehidupan setelah kematian.
Berkaitan dengan konsep kehidupan setelah kematian Sapta Darma mengajarkan
bahwa Warga Sapta Darma tidak membicarakan surga dan neraka, tetapi
mempersilahkan warga Sapta Darma untuk melihat sendiri adanya surga dan neraka
tersebut dengan cara racut (mati sakjroning urip). Kejahatan, kesemena-menaan,
dan sebagainya mencerminkan neraka dengan segenap reaksi yang ditimbulkannya.
Begitu juga dengan kebaikan seperti bersedekah, mengajarkan ilmu berbudi yang
luhur, menolong sesama mencerminkan surga. Berdasarkan hal itu penulis
mengamati bahwa:
1.
Konsep Sapta Darma berkaitan dengan kehidupan setelah
kematian tidak jelas atau dapat dikatakan tidak konsisten dan bertentangan
dengan cita-cita ajaran.
2.
Dalam membicarakan kehidupan setelah kematian, Sapta
Darma menyuruh setiap pengikutnya melihat sendiri apakah yang akan terjadi.
Dengan demikian dapat dikatakan Sapta Darma tidak jelas, hal ini Nampak bahwa
jika memang ia percaya ada kehidupan setelah kematian mengapa Sapta Darma tidak
langsung mengatakan ada atau tidak adanya kematian? Selanjutnya apa yang mereka
lihat dalam “penglihatan” mereka? Kemana manusia setelah mengalami kematian?
3.
Konsep Sapta Darma mengenai sorga dan neraka tidak
merupakan tempat hanya sebuah gambaran saja. Terbukti bahwa ketika mereka melakukan
hal yang baik itu adalah gambaran surga mereka, sebaliknya mereka akan
mengalami neraka jika melakukan hal yang buruk atau kejahatan.
Dalam iman
Kristen mengajarkan bahwa cita-cita dari pada semua umat Kristen memiliki tugas
selama ia masih hidup didunia umat Kristen memiliki amanat agung yaitu
menjadikan semua bangsa murid dan memberitakan Injil kerajaan Allah kepada
semua makhluk Matius 28: 19-20. Iman Kristen juga percaya bahwa manusia setelah
meninggal akan masuk kedalam kehidupan yang kekal yaitu surga atau neraka. Manusia
hanya mengalami kematian lalu manusia akan dihakimi dalam takhta pengadilan
Allah. Ibrani 9: 27 Matius 25: 46. Terlebih konsep surga dan neraka dalam iman
Kristen bukan hanya gambaran atau cerminan dari perbuatan kita. Surga dan
neraka adalah tempat. Hal ini terbukti dalam kisah orang kaya dan pengemis
miskin yang bernama Lazarus Lukas 16: 19-31.
Apologetika
mengenai Tujuh kewajiban
Wewarah tujuh merupakan pedoman hidup yang harus dijalankan
warga Sapta Darma. Bagi
iman Kristen yang menjadi pedoman hidup orang Kristen adalah Alkitab yaitu
firman Tuhan sendiri. Mazmur 119: 105. yaitu 66 kitab kanon yang diakui iman Reformed.
Terdiri dari PL dan PB.
Isi
dari Wewarah Tujuh adalah
1.
Setia
kepada Allah Hyang ; Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa, dan
Maha Langgeng. Iman Kristen mengajarkan unuk taat dan setia kepada Allah. Allah
tidak berkenan untuk diduakan Keluaran 20: 3 Matius 6: 24.
2.
Dengan
jujur dan suci hati melaksanakan perundang-undangan negaranya. Tuhan Yesus
mengajarkan untuk taat kepada kewajiban Negara. Hal ini ketika ditanya mengenai
pembayaran pajak. Tuhan Yesus mengatakan ”berikanlah
kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa
yang wajib kamu berikan kepada Allah. Lukas 20: 26. Juga rasul Paulus
menasehati supaya jemaat Roma taat kepada pemerintah. Roma 13: 1-7. Pemerintah
ada karena ditetapkan oleh Allah maka sebagai warga Negara yang baik dan
sebagai orang Kristen kita harus tunduk kepada peraturan pemerintah.
3.
Turut
serta menyingsingkan lengan baju demi mempertahankan nusa dan bangsanya
4.
Bersikap
suka menolong kepada siapa saja tanpa mengharapkan balasan apapun, melainkan
hanya berdasarkan pada rasa cinta dan kasih. Iman Kristen mendasari hidup
dengan kasih. Kasih menjadi gaya hidup orang Kristen. Kasih yang dilakukan
didasari oleh kasih Allah. Yoh 3: 16. Iman Kristen harus bisa mengasihi dan
mengampuni sebagaimana Allah telah mengampuni dosa kita. Matius 5: 44 Gal 6: 2.
5.
Berani
hidup berdasarkan pada kepercayaan atas kekuatan diri sendiri. Menurut iman
Kristen manusia tidak dapat hidup dengan kekuatannya sendiri tanpa pertolongan
Tuhan manusia tidak mampu melakukan banyak hal. Manusia harus bersandar
sepenuhnya kepada Allah.
6.
Sikap
dalam hidup bermasyarakat selalu bersikap kekeluargaan yang senantiasa
memperhatikan kesusilaan serta halusnya budi pekerti, selalu menjadi penunjuk
jalan yang mengandung jasa serta mamuaskan. Kekeluargaan sangat ditekankan
dalam kekristenan bahkan tidak hanya melakukan hal yang memuaskan manusia
tetapi memuaskan Allah Kol 3: 23.
7.
Meyakini
bahwa keadaan dunia itu tidak abadi dan selalu berubah-ubah (anyakra
manggilingan - Jawa), sehingga sikap warga dalam hidup bermasyarakat tidak
boleh bersifat statis dogmatis, tetapi harus selalu penuh dinamika. Menurut
iman Kristen waktu tidak memutar tetapi berjalan secara linear.
Apologetika
Mengenai Sesanti dan Ritus
Sesanti atau semboyan hidup pengikut
Sapta Darma berbunyi "Ing ngendi bae, marang sapa
bae warga sapta darma kudu suminar pindha baskara"(dimana saja dan kepada
siapa saja warga Sapta Darma harus tetap bersinar). Dalam
iman Kristen umat Allah adalah garam dan terang dunia maka dimanapun dan kepada
siapapun harus bisa menjadi garam dan terang bagi dunia. Matius 5: 13-16. Selain
itu Sapta Darma mengajarkan ritus yaitu suatu bentuk ibadah dalam bentuk sujud.
Dalam mereka menghadap ke timur dan memusatkan perhatian, menggosongkan pikiran
membangkitkan radar sampai mengalami pati sakjroning urip mengerti soko
paraning dumadi. (menunggaling kawula
Gusti). Dalam hal ini cara mereka melakukan sujud sama seperti penyembahan
kepada dewa matahari yaitu menghadap ke timur. Seolah-olah kiblat Sapta Darma
adalah menghadap ke timur dan memnag demikian. Pertanyaannya bagaimana dengan
warga Sapta Darma yang beragama islam?[24]
Hal ini dilakukan karena dalam pemikiran Sapta Darma bahwa timur adalah awal
dari segala sesuatu. Timur dalam bahasa jawa etan yang berasal dari
padanan kata wiwitan/ awal kawitan. Sebagai contoh matahari terbit dari timur.
Hal ini juga sangat mempengaruhi orang Jawa khususnya dalam hal pertanian.
Dalam proses penanaman atau penuaian selalu diawali dari arah timur : etan.
Sapta Darma
mengajarkan untuk membangkitkan radar melalui sujud. Dengan melakukan hal ini
mereka juga mencapai kelepasan. Setelah itu mereka memiliki “kewaskitaan”. Tidak dapat disangkal
bahwa ajaran tentang sujud ini ada persamaannya dengan apa yang di India
disebut Kundalini –yoga. Dalam iman
Kristen ibadah/ penyembahan tidak hanya terbatas tempat dan waktu. Ibadah dapat
dilakukan dimana saja. Hal ini sama yang dialami oleh Yesus ketika ia berjumpa
dengan perempuan Samaria. Yoh 4: 1-42. Perempuan itu berkata”Nenek moyang
kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah
tempat orang menyembah." Kata Yesus kepadanya: "Percayalah
kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa
bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak
kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari
bangsa Yahudi.Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa
penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab
Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.
Allah
itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan
kebenaran." (Joh 4:20-25 ITB)
Penyembahan yang benar dan sejati
adalah penyembahan yang dilakukan didalam roh dan kebenaran tidak terpatok pada
tempat.
Bab III. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan mengenai ajaran Kebatinan Sapta Darma dapat disimpulkan bahwa Sapta
Darma adalah salah satu bentuk manusia untuk “menemukan” Allah. Pertanyaannya
dapatkan Allah ditemukan oleh pencarian manusia? Spiritualitas yang ditawarkan
adalah spiritualitas duniawi sekalipun mereka mengklaim bahwa Sapta Darma
adalah wahyu yang datang dari Allah. Tetapi pada kenyataannya ini adalah
kesia-siaan. Manusia manusia yang terbatas dapat memahami dan menemukan Allah
yang tidak terbatas? Ini adalah kebodohan.
Pada
akhirnya apa yang diklaim oleh Sapta Darma yaitu Kelepasan yang mencapai perjumpaan dengan Tuhan. mengerti soko
paraning dumadi adalah spiritualitas yang kosong. Soko paraning yang sejati
yang sebenaranya dicari oleh kebatinan adalah”Yesus Kristus.” Kristuslah yang
menjadi titik awal dari segala sesuatu. Yoh 1: 3. Yesus adalah Allah sejati Yoh
1: 1. Hal tidak salah ketika Yesus berkata dalam
Yoh 14: 6 “"Akulah jalan dan kebenaran dan
hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Joh 14:6 ITB)
Yesuslah satu-satunya jalan,
Yesuslah satu-satunya kebenaran dan Yesuslah satu-satunya hidup. Didalam
Kristuslah kita mengerti soko paraning
dumadi yang sejati.untuk itu sebagai orang yang sudah percaya kepada Tuhan
Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat baiklah kita tetap berpegang teguh
pada-Nya. Kolose 2: 7-8 “Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan
dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah
diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur. Hati-hatilah,
supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu
menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.”
Soli dei Gloria
DAFTAR
PUSTAKA
Berkhof, Louis. Teologi
Sistematika 1: Doktrin Allah . Surabaya: Momentum, 2011.
Boice, James Montgomery.
Dasar-Dasar Iman Kristen. Surabaya:
Momentum, 2011.
Frame, John M. Apologetika Bagi Kemuliaan Allah. Surabaya:
Momentum, 2011.
Hadiwijono, Harun. Kebatinan dan Injil. Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 2006.
Hadiwijono, Harun. Konsepsi Tentang Manusia Dalam Kebatinan
Jawa. Jakarta: Sinar Harapan, 1983.
Munder,
Niel. Kebatinan dan Hidup sehari-hari
Orang Jawa. Jakarta: Gramedia, 1983.
Noorsena, Bambang. Antara Banyangan dan Kenyataan. Yogjakarta:
ANDI, 1992.
Palmer, Edwin H. Lima Pokok Calvinisme. Surabaya:
Momentum, 2011.
Pawenang, Sri. Dari
Gelap Menjadi Terang. Yogjakarta: 1965.
Subagya, Rahmat. Kepercayaan
dan Agama. Yogjakarta: Kanisius, 1995.
Tong, Stephen. Peta dan
Teladan Allah. Surabaya: Momentum, 2012.
Williamson, G.I. Pengakuan Iman Westminster. Surabaya:
Momentum, 2006.
[1]Yang dimaksudkan”perdebatan”
dalam hal ini yang terjadi dari dalam adalah ketidaksepahaman dan
ketidaksepakatan khususnya dalam hal doktrin yang terjadi diantara orang
kristen (gereja) sendiri. Sedangkan perdebatan ekternal adalah perdebatan yang
muncul dari orang-orang yang menentang kekristenan.
[2]John M. Frame, Apologetika Bagi Kemuliaan Allah (Surabaya:
Momentum, 2011) 3.
[3]Ibid. 4.
[4]Niel Munder, Kebatinan dan Hidup sehari-hari Orang Jawa (Jakarta: Gramedia,
1983) 21.
[5]Rahmat Subagya, Kepercayaan dan Agama (Yogjakarta:
Kanisius, 1995) 14.
[6]Ibid. 14
[7]Ibid. 14.
[8]Bambang Noorsena, Antara Banyangan dan Kenyataan (Yogjakarta:
ANDI, 1992) 7.
[9]Ibid. 21.
[10]Sri Pawenang, Dari Gelap Menjadi Terang (Yogjakarta:
1965) 6.
[11]Harun Hadiwijono, Konsepsi Tentang Manusia Dalam Kebatinan
Jawa (Jakarta: Sinar Harapan, 1983)109.
[12]Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil (Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 2006) 25.
[13]Ibid. 26.
[14] Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil (Jakarta: BPK.Gunung Mulia, 2006). 33.
[15] Ibid. 33.
[16]G.I. Williamson, Pengakuan Iman Westminster (Surabaya: Momentum, 2006) 35.
[17]James Montgomery Boice, Dasar-Dasar Iman Kristen (Surabaya:
Momentum, 2011) 102.
[18]Ibid. 102.
[19]Ibid. 102.
[20]Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1: Doktrin Allah (Surabaya:
Momentum, 2011) 29.
[21]Ibid. 29.
[22]Stephen Tong, Peta dan Teladan Allah (Surabaya:
Momentum, 2012) 6.
[23]Edwin H. Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Surabaya:
Momentum, 2011) 8.
[24]Bagi warga Sapta Darma yang
fanatik sangat “mengutuk” orang islam yang mengajarkan untuk sholat menghadap
ke Barat. Hal ini merupakan penghinaan. Sebalinya bagi silam hal ini juga
merupakan penghinaan dengan sujud menghadap ke timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar