Jumat, 17 April 2015

apologetika




BAB 1 PENDAHULUAN
            Sejarah membuktikan bahwa kekristenan dalam perkembangannya tidak terlepas dari suatu perdebatan yang panjang. Perdebatan itu baik berasal dari internal (dalam gereja) maupun yang ditimbulkan dari eksternal (dari luar gereja).[1] Khusunya perdebatan dari luar, dapat dikatakan dimana Kristen ada disitu memunculkan “perdebatan.” Iman Reformed dengan semangat “Sola Scriptura” berusaha membenarkan ajaran gereja kembali kepada kebenaran mutlak yaitu firman Tuhan. Menyikapi hal itu penulis dengan semangat yang sama yaitu Sola Scriptura berusaha melawan/berapologetika dengan ajaran kebatinan. Hal ini menjadi kerinduan tersendiri untuk memberikan jawaban kepada umat kristen Jawa khususnya yang sekalipun sudah percaya kepada Tuhan Yesus  tetapi masih berpegang pada ajaran kebatinan. Dalam hal ini penulis mengamati ajaran kebatinan aliran “Sapta Dharma” dengan memberikan tema: STUDY APOLOGETIKA TERHADAP AJARAN KEBATINAN ”SAPTA DHARMA”
BAB 2 ISI
1.      Istilah Apologetika
Kata Apologetika berasal dari bahasa Yunani yaitu  Apologia. Kata ini sering dipakai dalam literature non-kristen. Jadi, apologetika Kristen pada dasarnya merupakan suatu  pembelaan atas ajaran dan praktek hidup kristiani terhadap orang yang tidak percaya. Sebagai usaha pembelaan iman Kristen. Hal ini mengingat bahwa setiap orang percaya harus dapat memberi jawab kepada mereka yang mempertanyakan iman Kristen. Sebagaimana yang tertulis dalam  1 Petrus 3:15  “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat.” John Frame mendefinisikan bahwa Apologetika adalah Ilmu yang mengajar orang Kristen bagaimana memberi  pertanggungjawaban tentang pengharapannya.[2] Menurut John m. Frame, ia membedakan tiga aspek dari apologetika yaitu:[3]
1.      Apologetika sebagai pembuktian: menyampaikan sebuah dasar rasional bagi iman kepercayaan atau “membuktikan kebenaran kekristenan.”
2.      Apologetika sebagai pembelaan: menjawab  keberatan-keberatan dari ketidakpercayaan.
3.      Apologetika sebagai penyerangan: menyerang kebodohan dari pikiran yang tidak percaya.


2.      Pengertian kebatinan
Dalam kehidupan manusia senantiasa berusaha untuk “menemukan” makna daripada kehidupan yang sesungguhnya. Hal ini terbukti dari banyaknya ajaran-ajaran manusia, agama, dan berbagai filsafat yang mencoba memberikan jawaban dari makna kehidupan ini. Semua agama dan kepercayaan berusaha untuk mengerti dan memahami arti dari pada kehidupan. Hal yang “unik” bahwa dalam setiap budaya manusia selalu memiliki konsep akan adanya kuasa yang lebih tinggi atau dalam agama dikenal dengan sebutan “Tuhan”. Jadi dalam setiap tempat dan budaya manusia dimanapun selalu ditemukan akan adanya kuasa yang melebihi atau yang “dituhankan”. Setiap suku mempercayai akan Tuhan. Sebagai contoh adalah suku Jawa.  
Mistik Jawa dikenal dengan kebatinan. Kata kebatinan berasal dari kata Arab Batin yang berarti sebelah dalam, inti bagian dalam, di dalam hati, tersembunyi dan misterius.[4] Rahmat Subagya mengatakan: “Batin itu terutama dipakai dalam ilmu jiwa dan rohani untuk menunjukkan sifat, menurut mana manusia merasa diri pada dirinya sendiri, tersatu tak terbagi-bagi, terintegrasi, nyata sebagai pribadi yang benar.[5] Lebih lanjut Rahmat menjelaskan, oleh sifat batin itu manusia merasa diri lepas dari segala sesuatu yang semu, yang berganda, yang memaksakan padanya suatu bentuk hidup serba dua yang tak dapat dihayati secara otentik.[6]
Didalam satra rohani “batin” digunakan sebagai keunggulan terhadap perbuatan lahir, peraturan dan hukum yang diharuskan dari luar oleh pendapat umum. Penilaian duniawi seringkali mementingkan kedudukan dan peranan manusia yang tidak berarti sebenarnya: gelar, pangkat, harta benda, kekuasaan. Semua nilai itu diremehkan oleh orang batin. Ia berusaha menembus dinding alam pancaindra untuk bersemayam pada asas terakhir dari kepribadiannya. Yaitu roh.[7]   
Puncak pengalaman final manusia dalam perjalanan mencari Sangka Paraning Dumadi dalam kejawen disebut Manunggaling kawula Gusti. Kendati berbeda dengan rincian pengungkapannya disepakatinya bahwa kerinduan kawula ialah menyatu dengan Gusti dalam keabadian. Ini disebut sebagai alam Sunya, Ma’rifat Wujud Wajib atau sukma Kawekas.[8] Pertemuan antara iman Kristen dan Kejawen memang terus terjadi dan terus terjadi. Kenyataannya Injil harus berjuang untuk dapat diterima orang Jawa karena banyak adat-astiadat Kejawen yang bertentangan dengan Injil.[9]
3.      Sejarah Berdirinya Sapta Dharma
Sapta Darma adalah satu-satunya kerohanian di Indonesia, yang mewajibkan warganya menyembah Hyang Maha Kuasa dan menjalankan hidupnya berdasarkan tujuh kewajiban suci (darma). Wahyu Sapta Darma diterima oleh Bapak Hardjosapoero di Pare, Kediri Jawa Timur pada jam 01.WIB tgl. 27 Desember 1952 (malam Jumat Wage). Sapta Darma adalah sebuah aliran kerohanian yang berarti tujuh kewajiban suci.[10] Penerima ajaran Sapta Darma adalah Hardjosapoero, nama aslinya Arjo Sopuro lahir pada tahun 1910 di Desa Semanding, sebelah Utara kecamatan Pare kabupaten Kediri. Bersekolah hanya sampai kelas 3 Sekolah Dasar karena orang tuanya tak mampu membeayai. Pekerjaan sehari-harinya sebagai tukang cukur. Tidak pernah berguru atau mencari ilmu pada kyai atau ulama lain, seperti yang umumnya dilakukan oleh para mitranya.
Yang perlu di garis bawahi:
1. Bapak Ardjo Sopuro sebagai Bapa Panuntun Agung Sri Gutomo, sebagai penerima wahyu, sebelum menerima wahyu bukan ahli mengobati dengan magnetisme, bukan dukun, pekerjaan Pak Arjo Sopuro sebagai tukang cukur. Berpendirian keras dan jujur serta dapat dipercaya. Karena sifatnya ini, beliau dipercaya para pedagang berlian untuk menyimpan dagangannya jika mereka kemalaman dijalan. Justru setelah menerima wahyu, beliau mempunyai kemampuan untuk pengobatan dan banyak lagi kemampuan yang lain, begitu pula kejadiannya dengan warga Kerohanian Sapta Darma yang tekun ibadahnya, mereka akan mendapat anugrah berupa kemampuan lebih dari manusia umumnya bila mana sujudnya dijalankan dengan tekun.
2. Kerohanian Sapta Darma berdasar dari perijinan bukan kebatinan, melainkan Kerohanian bahkan ketika wahyu di terima Bapa Harjo Sapura atau Bapa Panuntun Agung Sri Gutomo berbunyi Agama Sapta Darma. Sewaktu Juru Bicara Panuntun Agung (Ibu Suwartini Martodiharjo SH., anggota MPR fraksi Utusan Daerah) bertemu Menteri Agama pada masa pemerintahan Presiden Soeharto tentang masalah perijinan, menyatakan bahwa beliau (Bopo Panuntun Agung Sri Gutomo) tidak pernah menyatakan diri sebagai nabi, sedang agama harus ada nabinya, maka jadilah Kerohanian Sapta Dharma. Kata 'Agama' yang tertulis pada "Agama Sapta Darma" tidak diartikan sebagai kata 'agama' pada umumnya, tetapi singkatan dari A= Asal mula kehidupan manusia dan gama = kama = bibit manusia yang suci.
3. Kerohanian Sapta Darma bukan pecahan dari agama manapun. Oleh karena itu Allah di dalam Kerohanian Sapta Darma bukanlah Hyang Widhi, karena Hyang Widhi adalah Allah pada Agama Hindu, dan tidak didirikan oleh bapa Hardjo Sapuro, melainkan datang dengan sendirinya kepada beliau.

·      Ajaran

Ajaran Sapta Darma sekilas pandang memiliki makna yang sederhana, namun memiliki korelasi yang sangat luas dalam kehidupan, dan tidak akan ada selesainya jika ingin dijadikan bahan perbincangan. Karena pada akhirnya akan meliputi segala aspek kehidupan, baik dunia manusia, dunia roh dan jin serta setan. Intisari dari ajaran ini bersumber pada:1. Sujud 2. Wewarah Tujuh 3. Sesanti.
Dalam buku Wewarah Agama Sapta Darma, Sri Pewenang  menjabarkan inti sari ajaran Sapta Darma yaitu:[11]
1.      Menanamkan kebalnya kepercayaan dengan menunjukkan bukti-bukti serta kesaksian bahwa Allah ada dan esa adanya. Juga bahwa Allah menguasai Alam semesta dengan segala isinya bahwa ia mempunyai lima sifat utama yaitu: Mahaagung, Maharokhim, Mahaadil, Mahawasesa, dan Mahalanggeng.
2.      Melatih kesempurnaan penyembahan (sujud) yaitu penyembahan rohani kepada Yang Mahakuasa, berusaha mencapai budi luhur, dengan cara yang mudah dan sederhana yang dapat dilakukan oleh semua umat.
3.      Mendidik manusia untuk bersikap suci dan jujur, berusaha mencapai nafsu budi pekerti yang ditunjukkan kepada keluhuran dan keutamaan bagi bekal hidup kemasyarakatan di dalam dunia ini dan akhirat. Warga Sapta Darma harus menjadi “Satria Utama” yang senantiasa “trap susilo berbudi bawa leksana” (bersopan santun, bermurah hati dan menepati apa katanya).
4.      Mengajar para anggota hidup dengan teratur secara jasmani dan rohani.
5.      Melatih kesempurnaan sujud menurut aturannya agar dapat  mendapatkan kewaskitan dibidang penglihatan, pendengaran dan percakapan.
Konsep ajaran Sapta Darma:
 Allah
Allah di dalam ajaran Sapta Darma adalah Zat yang Mutlak, dalam arti yang mendasar Allah Hyang Maha Kuasa adalah Zat yang bebas dari segala hubungan sebab akibat. Dia adalah Mutlak, sumber segala sebab - akibat. Sumber dari alam semesta beserta isinya. Ditambah lagi dengan sifat-sifat keluhuran, Yang Maha Agung, Maha Rahim, Maha Adil, Maha Wasesa, dan Maha Langgeng.[12] Kelima sifat Allah tersebut disebut Pancasila Allah (sesuai dengan WAHYU yang diterima) dalam Kerohanian Sapta Darma ini.
Ajaran Sapta Darma mengenai manusia mengajarkan nilai bahwa manusia adalah kombinasi dari roh dan benda. Roh itu adalah sinar cahaya Allah sehingga manusia dapat berhubungan (berkomunikasi) dengan Allah, sedangkan benda adalah tubuh manusia itu sendiri. Kombinasi antara roh dan benda ini ada karena perantaraan orang tua manusia yaitu bapak dan ibu. Manusia menurut Sapta Darma ialah makhluk yang tertinggi di atas hewan dan tumbuhan. Oleh karena itu menurut aliran ini di dalam tubuh manusia terdapat radar, yang apabila dipelihara dengan baik dapat memberikan kewaspadaan (ke-aware-an) di dalam menjalani hidup ini. Keadaan manusia pada umumnya mengonsumsi makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhan, sehingga dari makanan tersebut timbullah efek samping baik itu yang baik atau yang jahat. Hal ini berarti bahwa manusia itu menurut Sapta Darma adalah menaklukan diri sendiri dari permainan hawa nafsunya sendiri. Ajaran Sapta Darma mengenai manusia diterangkan dalam mempergunakan simbol Sapta Darma seperti berikut.[13]

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2gkckH9gpcokoHdRP2juSWQ4qWHScwsOPLxI-EhupeMczkuOhJ1ihp6muauWiXsQLJvJS8-S3cVZhe16hmjcv3lc4kBO-DqzztRzf0Iw1TOt4Hpavjky3S4F2fa4mXApB1YjHnaYcM6k/s1600/simbol_kecil.gif
Maksud dan makna simbol tersebut adalah :
1.       Bentuk segi empat belah ketupat menggambarkan asal mula terjadinya manusia, yaitu:
belah ketupat itu memiliki empat sudut.Sudut puncak : Sinar Cahaya Allah.Sudut bawah sari-sari bumi. Sudut kanan dan kiri : perantaranya ayah dan ibu.
  1. Tepi belah ketupat yang berwarna hijau tua, menggambarkan wadag (raga) manusia.
  2. Dasar warna hijau muda (maya), merupakan gambar Sinar Cahaya Tuhan. Berarti bahwa didalam wadag/raga manusia diliputi Sinar cahaya Allah.
  3. Segitiga sama sisi yang berwarna putih dengan tepi kuning emas menunjukkan asal terjadinya (dumadi) manusia dari tritunggal, ialah:
a.       Sudut atas : sinar cahaya Allah
b.      Sudut Kanan Bawah : Air sarinya Bapak (Nur Rasa)
c.       Sudut Kiri Bawah       : air sarinya Ibu (Nur Rasa)
Warna putih menunjukkan bahwa asal manusia dari barang yang suci/bersih baik luar maupun dalamnya. Sedangkan garis kuning emas yang ada ditepi segitiga mempunyai arti bahwa ketiganya asal manusia tersebut mengandung Sinar Cahaya Allah.
  1. Segi tiga sama sisi yang tertutup lingkaran warna hitam, merah, kuning, putih, tersebut membentuk tiga buah segitiga sama sisi pula yang masing-masing segi tiga mempunyai 3 sudut sehingga 3 segitiga jumlahnya ada 9 sudut ini melambangkan bahwa manusia memiliki 9 lobang (babahan hawa sanga) yang terdiri dari mata ada 2 lubang, hidung 2 lubang, telinga 2 lubang, mulut 1 lubang, kemaluan 1 lubang, pembuangan/pelepasan 1 lubang.
  2. Lingkaran melambangan keadaan manusia yang selalu berubah-ubah (anyakra manggilingan) dimana manusia akan kembali ke asalnya, rohani kembali kepada Hyang Maha Kuasa untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di dunia, sedang jasmaninya kembali ke bumi.
  3. Lingkaran hitam melambangkan, bahwa manusia memiliki nafsu angkara, nafsu ini berasal dari hawa hitam, karena mempunyai getaran yang beku, wujudnya antara lain berupa kata-kata yang kotor, pikiran, dan kemauan yang jelek dan seterusnya.
  4. Lingkaran merah melambangkan bahwa manusia memiliki nafsu amarah.
  5. Lingkaran Kuning melambangkan nafsu keinginan yang timbul karena indera penglihatan.
  6. Lingkaran putih melambangkan nafsu kesucian/perbuatan yang suci.
  7. Besar kecilnya lingkaran melambangkan besar kecilnya 4 sifat tersebut.
  8. Lingkaran putih ditutup gambar Semar, ini melambangkan lubang ke 10 yang tertutup (Pudak Sinumpet) yang letaknya di ubun-ubun.
  9. Warna putih pada gambar Semar melambangkan Nur Cahaya atau Nur Putih, Nur Petak ialah Hawa Suci (Hyang Maha Suci) dimana hanya Hyang Maha Sucilah yang mampu berhubungan dengan Hyang Maha Kuasa, caranya dengan menyatukan rasa di ubun-ubun hingga terwujud Nur Putih. Gambar Semar juga melambangkan Budi Luhur.
  10. Gambar Semar menunjuk dengan jari telunjuk, melambangkan memberikan petunjuk pada manusia bahwa hanya ada satu sesembahan yaitu Allah Hyang Maha Kuasa.
  11. Semar menggenggam tangan kirinya mengkiaskan bahwa ia telah memiliki keluhuran. Semar pakai kelintingan suatu tanda agar orang mendengar bila telah dibunyikan. Semar memakai pusaka menunjukkan bahwa tutur katanya (sabdanya) selalu suci. Lipatan kainnya 5 menunjukkan bahwa Semar telah memiliki dan dapat menjalani lima sifat Allah : Agung, Rokhim, Adil, Wasesa, dan Langgeng.
  12. Tulisan dengan huruf Jawa : Nafsu, Budi, Pakerti, pada dasar hijau maya. Artinya memberi petunjuk bahwa manusia memiliki nafsu budi dan pakerti baik yang luhur maupun rendah/asor atau yang baik maupun yang buruk.
  13. Tulisan Sapta Darma berarti : Sapta berarti tujuh, Darma berarti amal kewajiban suci, maka dari itu warga Sapta Darma wajib menjalankan isi wewarah tujuh seperti yang dikehendaki Hyang Maha Kuasa.
Dengan mengetahui asal manusia dan isi yang ada didalam tubuh manusia yang harus dimengerti serta harus diusahakan oleh manusia demi tercapainya keluhuran budi pakerti sesuai dengan Wewarah Ajaran Kerohanian Sapta Darma.           

Cita-Cita Ajaran

Kerohanian Sapta Darma bertujuan untuk kebahagiaan pengikut-pengikutnya baik di dunia maupun di akhirat. Intisari dari ajaran adalah untuk membentuk pribadi manusia yang asli berdasarkan keluhuran budi, serta menjadikan penghayatnya memiliki sikap satria utama.

Wewarah Tujuh

Wewarah tujuh merupakan pedoman hidup yang harus dijalankan warga Sapta Darma. Isi dari Wewarah Tujuh adalah : Dalam bahasa Jawa :

Wewarah Pitu

Wajibing Warga Sapta Darma saben warga kudu netepi wajib:

1. Setya tuhu marang Allah Hyang Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa lan Maha Langgeng. 2. Kanthi jujur lan sucining ati kudu setya nindakake angger-anggering negarane. 3. Melu cawe-cawe acancut taliwanda njaga adeging Nusa lan Bangsane. 4. Tetulung marang sapa bae yen perlu, kanthi ora nduweni pamrih apa bae, kejaba mung rasa welas lan asih. 5. Wani urip kanthi kapitayan saka kekuwatane dhewe. 6. Tanduke Marang warga bebrayan kudu susila kanthi alusing budi pakarti, tansah agawe pepadhang lan mareming liyan. 7. Yakin yen kahanan donya iku ora langgeng tansah owah gingsir (anyakra manggilingan)
Dalam Bahasa Indonesia:
1.       Setia kepada Allah Hyang ; Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa, dan Maha Langgeng
  1. Dengan jujur dan suci hati melaksanakan perundang-undangan negaranya
  2. Turut serta menyingsingkan lengan baju demi mempertahankan nusa dan bangsanya
  3. Bersikap suka menolong kepada siapa saja tanpa mengharapkan balasan apapun, melainkan hanya berdasarkan pada rasa cinta dan kasih
  4. Berani hidup berdasarkan pada kepercayaan atas kekuatan diri sendiri
  5. Sikap dalam hidup bermasyarakat selalu bersikap kekeluargaan yang senantiasa memperhatikan kesusilaan serta halusnya budi pekerti, selalu menjadi penunjuk jalan yang mengandung jasa serta mamuaskan
  6. Meyakini bahwa keadaan dunia itu tidak abadi dan selalu berubah-ubah (anyakra manggilingan - Jawa), sehingga sikap warga dalam hidup bermasyarakat tidak boleh bersifat statis dogmatis, tetapi harus selalu penuh dinamika.

Ritus

Ritus merupakan cara yang dilakukan dalam sebuah agama atau kepercayaan. Dan dalam Sapta Darma, ritus yang digunakan oleh umatnya untuk mencapai kelepasan ialah dengan Sujud dan mengamalkan Wewarah pitu (tujuh petuah).

Sikap yang harus diperhatikan dalam sujud antara lain:
Orang harus duduk bersila, dan menghadap ke timur. Timur berasal dari kata Wetan Wetan berasal dari kata Wiwitan atau Kawitan (Permulaan).[14] Jadi apabila orang bersujud kepada Tuhan, ia harus ingat bahwa ia berasal dari barang suci, dan harus benar-benar suci luar  dan dalam artinya dalam perkataan dan perbuatan.[15]Selanjutnya dalam sujud itu tangan harus bersedekap sedemikian rupa, hingga tangan kanan terletak pada tangan kiri. Mata diarahkan ke bawah, memandang tajam ke satu titik di hadapannya pada jarak satu meter. Duduknya harus tegak lurus, bersikap tenang, dan tidak memikirkan apa-apa. Kepala tidak boleh menggeleng ke kiri atau ke kanan, juga tidak menengadah ke atas atau menunduk ke bawah.
Dalam ritus sujud ini, sikap tunduk dan tubuh yang tegak harus dilakukan minimal tiga kali, pada tundukan yang pertama mengucapkan dalam hati, "Hyang Maha Suci Sujud kepada Hyang Maha kuasa" (tiga kali) dan setelah menunduk kedua kalinya, umat harus mengucapkan dalam hati: “Kesalahan Hyang Maha Suci mohon ampun kepada Hyang Mahakuasa”(tiga kali). Berikutnya setelah menunduk ketiga kalinya, umat harus mengucapkan: “Hyang Mahasuci bertobat kepada Hyang Mahakuasa” “(tiga kali). Tiga tundukan ini disebut Sujud Wajib boleh dan disarankan menambah tundukan, untuk permohonan sesuai keinginan yang melakukan ibadah.
Yang harus dilakukan dalam sujud menurut Wewarah demikian:
Air sari atau air putih/suci berasal dari sari-sari bumi yang akhirnya menjadi bahan makanan yang dimakan manusia. Sari-sari makanan tersebut mewujudkan air sari yang tempatnya di ekor (Jawa = Cetik/silit kodok/brutu). Bila bersatu padunya getaran sinar cahaya dengan getaran air sari yang merambat berjalan halus sekali di seluruh tubuh, menimbulkan daya kekuatan yang besar sekali, kekuatan ini disbut Atom Berjiwa yang ada pada pribadi manusia.

Sesanti

Sesanti atau semboyan warga sapta darma berbunyi "Ing ngendi bae, marang sapa bae warga sapta darma kudu suminar pindha baskara"(bahasa jawa).Dalam bahasa Indonesia berarti ; di mana saja dan kepada siapa saja (baik seluruh maklhuk hidup atau mati) warga Sapta Darma haruslah senantiasa bersinar laksana surya Semboyan. Makna dari semboyan ini adalah kewajiban bagi warganya untuk selalu bersikap tolong-menolong kepada semua manusia.

Kehidupan Setelah Kematian

Warga Sapta Darma tidak membicarakan surga dan neraka, tetapi mempersilahkan warga Sapta Darma untuk melihat sendiri adanya surga dan neraka tersebut dengan cara racut (mati sakjroning urip). Kejahatan, kesemena-menaan, dan sebagainya mencerminkan neraka dengan segenap reaksi yang ditimbulkannya. Begitu juga dengan kebaikan seperti bersedekah, mengajarkan ilmu berbudi yang luhur, menolong sesama mencerminkan surga.

Toleransi Antar Umat Beragama

Toleransi antara umat beragama merupakan salah satu aspek yang sudah diajarkan dalam Sapta Darma. Hal ini mengacu pada nasihat Tuntunan Agung Sapta Darma, Ibu Sri Pawenang yang menyatakan bahwa warga Sapta Darma dilarang keras memaksakan orang lain dalam hal melaksanakan sujud maupun untuk menjadi warga Sapta Darma.

Ibadah

Pemeluk Sapta Darma mendasarkan apa saja yang dilakukan sebagai suatu ibadah, baik makan, tidur, dsb. Tetapi ibadah utama yang wajib dilakukan adalah Sujud, Racut, Ening dan Olah Rasa.
  • Sujud, adalah ibadah menyembah Tuhan; sekurang-kurangnya dilakukan sekali sehari jika tidak melaksanakan maka terhitung mundur 40 hari hidupmu.
  • Racut, adalah ibadah menghadapnya Hyang Maha Suci/Roh Suci manusia ke Hyang Maha Kuwasa. Dalam ibadah ini, Roh Suci terlepas dari raga manusia untuk menghadap di alam langgeng/surga. Ibadah ini sebagai bekal perjalanan Roh setelah kematian.
  • Ening, adalah semadi, atau mengosongkan pikiran dengan berpasrah atau mengikhlaskan diri kepada Sang Pencipta.
  • Olah Rasa, adalah proses relaksasi untuk mendapatkan kesegaran jasmani setelah bekerja keras/olah raga

Sanggar

Tempat ibadah warga Sapta Darma disebut "Sanggar" dengan seorang Tuntunan yang ditunjuk sebagai pemimpin dan bertanggungjawab dalam membina spiritual warga di sanggar tersebut. Warga Sapta Darma mengenal dua nama sanggar yaitu "Sanggar Candi Sapto Renggo" dan "Sanggar Candi Busono". Sanggar Candi Sapto Renggo hanya ada satu di Jogjakarta, adalah pusat kegiatan kerohanian Sapta Darma. Sanggar Candi Busono adalah sanggar yang tersebar didaerah-daerah.






4.      Apologetika Terhadap Ajaran Kebatinan Sapta Darma
Dengan melihat uraian mengenai ajaran kebatinan Sapta Darma telah diketahui bagaimana Konsep-konsep ajaran Sapta Darma yang menjadi dasar kepercayaan dan keyakinan mereka sebagai warga Sapta Darma. Dalam hal ini penulis mencoba memberikan jawaban dan kritik terhadap konsep-konsep ajaran Sapta Darma dalam perspektif iman Kristen Reformed.
1.      Ajaran Mengenai Allah
Sapta Darma Percaya bahwa Allah adalah yang memulai segala sesuatu pencipta alam semesta dan segala isinya. Allah yang dipahami oleh pengikut kebatinan Sapta Darma adalah Allah yang memiliki lima sifat keagungan mutlak yaitu: Allah Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa dan Maha Langgeng. Menurut pengamatan penulis sampai  disini diketahui bahwa Allah yang dimengerti oleh Sapta Darma adalah Allah yang  memiliki lima sifat yang disebut Pancasila Allah. Menjadi pertanyaan penulis apakah Allah yang dimaksud oleh Sapta Darma adalah Allah yang memiliki “kepribadian” atau hanya menunjukkan “sifat saja”?
 Kekristenan mengakui Allah adalah Allah yang berpribadi pencipta segala sesuatu. Kejadian 1: 1. ”Pada mulanya Allah menciptakan Langit dan bumi.” Dalam Pengakuan Iman Westminster yang menyatakan tentang Allah:[16]
1.      Hanya ada satu Allah yang hidup dan sejati yang tidak terbatas dalam keberadaan dan kesempurnaan, Roh Yang Maha Murni, tidak kelihatan tanpa tubuh, anggota-anggota tubuh atau nafsu-nafsu, tidak berubah, mahabesar, kekal, tidak terpahami, mahakuasa, mahabijaksana, mahakudus, mahabebas, mahamutlak, yang mengerjakan segalanya seturut keputusan dan kehendak-Nya, yang tidak berubah dan mahabenar, bagi Kemuliaan-Nya, mahakasih, maha baik, mahasetia, panjang sabar, berlimpah kebaikan dan kebenaran, mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa, memberi upah kepada mereka yang dengan tekun mencari-Nya, tetapi juga mahaadil, dan dahsyat dalam penghakiman-Nya membenci segala dosa, dan tidak membebaskan orang-orang yang bersalah.
2.      Allah memiliki segala kehidupan, kemuliaan, kebaikan, kebahagiaan didalam dan dari diri-Nya sendiri, dan hanya didalam dirinya sendiri mahamencukupi, tidak memerlukan apa-apa dari ciptaan-ciptaan yang dijadikan-Nya, dan juga tidak mendapatkan kemuliaan dari mereka, tetapi hanya menyatakan kemuliaan-Nya sendiri didalam, melalui, bagi dan pada mereka. Dialah satu-satunya sumber dari segala kehidupan dan  segala sesuatu adalah dari-Nya, oleh-Nya dan kepada-Nya, dan memiliki kuasa yang mahaberdaulat atas mereka, atau pada mereka segala sesuatu dikehendaki-Nya. Didalam pandangan-Nya segala sesuatu terbuka dan jelas, pengetahuan-Nya tidak terbatas, sempurna, dan tidak tergantung pada ciptaan, sehingga bagi-Nya tidak ada sesuatu apapun yang tidak pasti, atau tidak tentu. Dia mahakudus didalam segala keputusan kehendak-Nya, didalam segala karya-Nya, dan didalam segala perintah-Nya. Dia layak menerima segala penyembahan, pelayanan dan ketaatan dari malaikat-malaikat dan manusia-manusia dan segala ciptaan lainnya, yang Dia berkenan untuk menuntunya dari mereka.  
 Berdasarkan Pengakuan Iman Westminster, kita mengetahui pribadi Allah yang dipercaya oleh orang Kristen. Allah ada dengan sendiri-Nya Ia adalah “pengerak yang tidak digerakkan”Allah Eksis pada Diri-nya sendiri. Eksistensi Allah dalam diri-Nya adalah suatu konsep yang sulit kita pahami karena itu berarti bahwa Allah sebagaimana adanya Dia dalam Diri-Nya sendiri tidak dapat dikenal.[17] Segala sesuatu yang kita ketahui pasti memiliki penyebab yang cukup untuk menjelaskannya. Selanjutnya Boice mengatakan bahwa sebab dan akibat adalah dasar bagi kepercayaan kepada Allah yang dimiliki oleh mereka yang sebagaimana pun juga tidak sungguh-sungguh mengenal Dia.[18] Individu-individu seperti itu mempercayai Allah bukan karena mereka telah memiliki suatu pengalaman pribadi akan Dia atau karena mereka telah menemukan Allah dalam Kitab Suci, tetapi hanya karena mereka menyimpulkan eksistensi-Nya.”segala sesuatu berasal dari segala sesuatu”.[19]
Allah yang dipahami oleh Kristen dan Allah orang Kristen berbeda dengan Allah yang diajarkan dan diimani Sapta Darma. Sifat-sifat Allah tidak hanya Allah Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa dan Maha Langgeng. Tetapi yang adalah Allah yang melebihi segalanya dan “tidak  dapat” dan “tidak mampu” dipahami, dimengerti oleh manusia. Teologi Reformed percaya bahwa Tuhan dapat dikenal akan tetapi tidak mungkin manusia dapat memperoleh pengenalan yang lengkap dan menyeluruh  dan sempurna tentang Dia. Memiliki pengenalan sedemikian tentang Allah sama artinya dengan memahami Dia sepenuhnya dan hal ini sama sekali tidak mungkin.[20] “Finitum non posit capere infinitum (yang fana tak mungkin memahami yang kekal). Pengenalan yang benar hanya dapat diperoleh melalui penyataan ilahi dan hanya oleh manusia yang menerima semua ini dengan iman seperti seorang anak kecil.[21]

2.      Ajaran Mengenai Manusia
Sapta Darma menggambarakan manusia sesuai dengan lambang dari Sapta Darma berbentuk bela ketupat dengan dikelilingan oleh lingkaran dan ditengah ada gambar semar. Menurut Ajaran Sapta Darma mengenai manusia mengajarkan nilai bahwa manusia:
1.       Adalah kombinasi dari roh dan benda. Roh itu adalah sinar cahaya Allah sehingga manusia dapat berhubungan (berkomunikasi) dengan Allah, sedangkan benda adalah tubuh manusia itu sendiri. Kombinasi antara roh dan benda ini ada karena perantaraan orang tua manusia yaitu bapak dan ibu.
2.       Manusia menurut Sapta Darma ialah makhluk yang tertinggi di atas hewan dan tumbuhan.
3.      Menurut aliran ini didalam tubuh manusia terdapat radar, yang apabila dipelihara dengan baik dapat memberikan kewaspadaan (ke-aware-an) di dalam menjalani hidup ini.
4.       Keadaan manusia pada umumnya mengonsumsi makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhan, sehingga dari makanan tersebut timbullah efek samping baik itu yang baik atau yang jahat. Hal ini berarti bahwa manusia itu menurut Sapta Darma adalah menaklukan diri sendiri dari permainan hawa nafsunya sendiri.
Apolegetika penulis  tentang konsep manusia menurut ajaran Sapta Darma:
1.      Dikatakan manusia adalah kombinasi antara roh dan benda. Kombinasi ini terjadi karena perantaraan bapak dan ibu. Pertanyaannya kalau demikian darimana asal muasal manusia pertama, siapa yang menciptakan manusia. Lambang Sapta Darma menggambarkan belah ketupat melambangkan asal manusia. Melihat hal ini, keberadaan manusia karena sinar cahaya Allah (sudut atas), antara kesatuan ibu dan bapak (sudut pada kedua sisi kanan dan kiri) dan sari bumi (sudut bawah). Iman Kristen mengajarkan bahwa keberadaan manusia adalah karena diciptakan oleh Allah. Kejadian 1: 26-27  Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
Iman Kristen mengakui manusia diciptakan oleh Allah menurut gambar dan rupa Allah (image Dei). Manusia diciptakan dari tidak ada menjadi ada Creation ex Nihilo. Manusia memiliki keunikan tersendiri dalam penciptaan hal ini yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan lainnya. Manusia diciptakan pada urutan terakhir dalam proses penciptaan The final creation of God is the existence of man.[22]
2.      Bukannkah konsep Sapta Darma mengenai manusia sama dengan ajaran filsafat gnostik yang mengajarkan bahwa manusia terdiri dari dua bagian yaitu tubuh dan roh. Roh itu baik sedangkan tubuh jahat. Tubuh adalah penjara jiwa. Manusia selalu terkekang oleh hawa nafsunya karena ia makan dari makanan tumbuhan dan hewan. Seolah-olah makanan membuat manusia “berdosa” karena dengan makanan itu menimbulkan hawa nafsu. Melalui makanan menimbulkan efek samping bagi manusia. Bukankah makanan adalah kebutuhan mendasar dalam kehidupan manusia? Setiap manusia membutuhkan asupan makanan dan minuman untuk proses metabolisme tubuh. Makanan tidak menyebabkan manusia berdosa tetapi memang dosa timbul karena manusia makan. Peristiwa kejatuhan manusia sebabkan karena ia memakan buah larangan yaitu buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Manusia melanggar hukum Allah, manusia tidak taat akibat bujukan dan hasutan iblis yang menjelma dalam diri ular manusia telah jatuh ke dalam dosa Kejadian 3: 6Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya. Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.” Akibat dari dosa itu semua manusia berdosa tidak ada manusia yang tidak berdosa.
Roma 3: 10 “Tidak ada yang benar seorangpun tidak”.
Roma 3: 23 “Karena semua orang telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”Roma 5: 12. “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa (Rom 5:12 ITB).
Manusia berada dalam keadaan “Total Depravity” kerusakan total berarti manusia tidak pernah dapat melakukan yang secara fundamental menyenangkan Allah dan bahwa pada kenyataannya manusia selalu berbuat jahat.[23] Apapun yang dikerjakan oleh manusia selalu membawa dan mengarahkan kepada hal yang jahat.
3.       Sapta Darma mengatakan bahwa dalam diri manusia ada radar yang apabila dipelihara akan membuat manusia memiliki kewaskitaan (penerangan penglihatan). Dalam hal ini bagi iman Kristen dalam diri orang percaya didiami oleh Roh Kudus. Yang selalu memimpin dan mengarakan manusia kedalam kebenaran.
Apologetika penulis mengenai Cita-Cita Ajaran
Kerohanian Sapta Darma bertujuan untuk kebahagiaan pengikut-pengikutnya baik di dunia maupun di akhirat. Intisari dari ajaran adalah untuk membentuk pribadi manusia yang asli berdasarkan keluhuran budi, serta menjadikan penghayatnya memiliki sikap satria utama. Jika kita perhatikan tujuan dari Sapta Darma adalah “Kebahagiaan pengikutnya di dunia dan akhirat.” Cita-cita dari ajaran Sapta Darma bertentangan dengan dengan pemikiran mereka tentang kehidupan setelah kematian. Berkaitan dengan konsep kehidupan setelah kematian Sapta Darma mengajarkan bahwa Warga Sapta Darma tidak membicarakan surga dan neraka, tetapi mempersilahkan warga Sapta Darma untuk melihat sendiri adanya surga dan neraka tersebut dengan cara racut (mati sakjroning urip). Kejahatan, kesemena-menaan, dan sebagainya mencerminkan neraka dengan segenap reaksi yang ditimbulkannya. Begitu juga dengan kebaikan seperti bersedekah, mengajarkan ilmu berbudi yang luhur, menolong sesama mencerminkan surga. Berdasarkan hal itu penulis mengamati bahwa:
1.      Konsep Sapta Darma berkaitan dengan kehidupan setelah kematian tidak jelas atau dapat dikatakan tidak konsisten dan bertentangan dengan cita-cita ajaran.
2.      Dalam membicarakan kehidupan setelah kematian, Sapta Darma menyuruh setiap pengikutnya melihat sendiri apakah yang akan terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan Sapta Darma tidak jelas, hal ini Nampak bahwa jika memang ia percaya ada kehidupan setelah kematian mengapa Sapta Darma tidak langsung mengatakan ada atau tidak adanya kematian? Selanjutnya apa yang mereka lihat dalam “penglihatan” mereka? Kemana manusia setelah mengalami kematian?
3.      Konsep Sapta Darma mengenai sorga dan neraka tidak merupakan tempat hanya sebuah gambaran saja. Terbukti bahwa ketika mereka melakukan hal yang baik itu adalah gambaran surga mereka, sebaliknya mereka akan mengalami neraka jika melakukan hal yang buruk atau kejahatan.
Dalam iman Kristen mengajarkan bahwa cita-cita dari pada semua umat Kristen memiliki tugas selama ia masih hidup didunia umat Kristen memiliki amanat agung yaitu menjadikan semua bangsa murid dan memberitakan Injil kerajaan Allah kepada semua makhluk Matius 28: 19-20. Iman Kristen juga percaya bahwa manusia setelah meninggal akan masuk kedalam kehidupan yang kekal yaitu surga atau neraka. Manusia hanya mengalami kematian lalu manusia akan dihakimi dalam takhta pengadilan Allah. Ibrani 9: 27 Matius 25: 46. Terlebih konsep surga dan neraka dalam iman Kristen bukan hanya gambaran atau cerminan dari perbuatan kita. Surga dan neraka adalah tempat. Hal ini terbukti dalam kisah orang kaya dan pengemis miskin yang bernama Lazarus Lukas 16: 19-31.
Apologetika mengenai Tujuh kewajiban
Wewarah tujuh merupakan pedoman hidup yang harus dijalankan warga Sapta Darma. Bagi iman Kristen yang menjadi pedoman hidup orang Kristen adalah Alkitab yaitu firman Tuhan sendiri. Mazmur 119: 105. yaitu 66 kitab kanon yang diakui iman Reformed. Terdiri dari PL dan PB.
Isi dari Wewarah Tujuh adalah 
1.      Setia kepada Allah Hyang ; Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa, dan Maha Langgeng. Iman Kristen mengajarkan unuk taat dan setia kepada Allah. Allah tidak berkenan untuk diduakan Keluaran 20: 3 Matius 6: 24.
2.      Dengan jujur dan suci hati melaksanakan perundang-undangan negaranya. Tuhan Yesus mengajarkan untuk taat kepada kewajiban Negara. Hal ini ketika ditanya mengenai pembayaran pajak. Tuhan Yesus mengatakan ”berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah. Lukas 20: 26. Juga rasul Paulus menasehati supaya jemaat Roma taat kepada pemerintah. Roma 13: 1-7. Pemerintah ada karena ditetapkan oleh Allah maka sebagai warga Negara yang baik dan sebagai orang Kristen kita harus tunduk kepada peraturan pemerintah. 
3.      Turut serta menyingsingkan lengan baju demi mempertahankan nusa dan bangsanya
4.      Bersikap suka menolong kepada siapa saja tanpa mengharapkan balasan apapun, melainkan hanya berdasarkan pada rasa cinta dan kasih. Iman Kristen mendasari hidup dengan kasih. Kasih menjadi gaya hidup orang Kristen. Kasih yang dilakukan didasari oleh kasih Allah. Yoh 3: 16. Iman Kristen harus bisa mengasihi dan mengampuni sebagaimana Allah telah mengampuni dosa kita. Matius 5: 44 Gal 6: 2.
5.      Berani hidup berdasarkan pada kepercayaan atas kekuatan diri sendiri. Menurut iman Kristen manusia tidak dapat hidup dengan kekuatannya sendiri tanpa pertolongan Tuhan manusia tidak mampu melakukan banyak hal. Manusia harus bersandar sepenuhnya kepada Allah.
6.      Sikap dalam hidup bermasyarakat selalu bersikap kekeluargaan yang senantiasa memperhatikan kesusilaan serta halusnya budi pekerti, selalu menjadi penunjuk jalan yang mengandung jasa serta mamuaskan. Kekeluargaan sangat ditekankan dalam kekristenan bahkan tidak hanya melakukan hal yang memuaskan manusia tetapi memuaskan Allah Kol 3: 23.
7.      Meyakini bahwa keadaan dunia itu tidak abadi dan selalu berubah-ubah (anyakra manggilingan - Jawa), sehingga sikap warga dalam hidup bermasyarakat tidak boleh bersifat statis dogmatis, tetapi harus selalu penuh dinamika. Menurut iman Kristen waktu tidak memutar tetapi berjalan secara linear.
Apologetika Mengenai Sesanti dan Ritus
            Sesanti atau semboyan hidup pengikut Sapta Darma  berbunyi "Ing ngendi bae, marang sapa bae warga sapta darma kudu suminar pindha baskara"(dimana saja dan kepada siapa saja warga Sapta Darma harus tetap bersinar). Dalam iman Kristen umat Allah adalah garam dan terang dunia maka dimanapun dan kepada siapapun harus bisa menjadi garam dan terang bagi dunia. Matius 5: 13-16. Selain itu Sapta Darma mengajarkan ritus yaitu suatu bentuk ibadah dalam bentuk sujud. Dalam mereka menghadap ke timur dan memusatkan perhatian, menggosongkan pikiran membangkitkan radar sampai mengalami pati sakjroning urip mengerti soko paraning dumadi. (menunggaling kawula Gusti). Dalam hal ini cara mereka melakukan sujud sama seperti penyembahan kepada dewa matahari yaitu menghadap ke timur. Seolah-olah kiblat Sapta Darma adalah menghadap ke timur dan memnag demikian. Pertanyaannya bagaimana dengan warga Sapta Darma yang beragama islam?[24] Hal ini dilakukan karena dalam pemikiran Sapta Darma bahwa timur adalah awal dari segala sesuatu. Timur dalam bahasa jawa etan yang berasal dari padanan  kata wiwitan/ awal kawitan. Sebagai contoh matahari terbit dari timur. Hal ini juga sangat mempengaruhi orang Jawa khususnya dalam hal pertanian. Dalam proses penanaman atau penuaian selalu diawali dari arah timur : etan.
Sapta Darma mengajarkan untuk membangkitkan radar melalui sujud. Dengan melakukan hal ini mereka juga mencapai kelepasan. Setelah itu mereka memiliki “kewaskitaan”. Tidak dapat disangkal bahwa ajaran tentang sujud ini ada persamaannya dengan apa yang di India disebut Kundalini –yoga. Dalam iman Kristen ibadah/ penyembahan tidak hanya terbatas tempat dan waktu. Ibadah dapat dilakukan dimana saja. Hal ini sama yang dialami oleh Yesus ketika ia berjumpa dengan perempuan Samaria. Yoh 4: 1-42. Perempuan itu berkata”Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah." Kata Yesus kepadanya: "Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran." (Joh 4:20-25 ITB)
Penyembahan yang benar dan sejati adalah penyembahan yang dilakukan didalam roh dan kebenaran tidak terpatok pada tempat.

Bab III. Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan mengenai ajaran Kebatinan Sapta Darma dapat disimpulkan bahwa Sapta Darma adalah salah satu bentuk manusia untuk “menemukan” Allah. Pertanyaannya dapatkan Allah ditemukan oleh pencarian manusia? Spiritualitas yang ditawarkan adalah spiritualitas duniawi sekalipun mereka mengklaim bahwa Sapta Darma adalah wahyu yang datang dari Allah. Tetapi pada kenyataannya ini adalah kesia-siaan. Manusia manusia yang terbatas dapat memahami dan menemukan Allah yang tidak terbatas? Ini adalah kebodohan.
            Pada akhirnya apa yang diklaim oleh Sapta Darma yaitu Kelepasan yang mencapai perjumpaan dengan Tuhan. mengerti soko paraning dumadi adalah spiritualitas yang kosong. Soko paraning yang sejati yang sebenaranya dicari oleh kebatinan adalah”Yesus Kristus.” Kristuslah yang menjadi titik awal dari segala sesuatu. Yoh 1: 3. Yesus adalah Allah sejati Yoh 1: 1.  Hal tidak salah ketika Yesus berkata dalam Yoh 14: 6 "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Joh 14:6 ITB)
Yesuslah satu-satunya jalan, Yesuslah satu-satunya kebenaran dan Yesuslah satu-satunya hidup. Didalam Kristuslah kita mengerti soko paraning dumadi yang sejati.untuk itu sebagai orang yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat baiklah kita tetap berpegang teguh pada-Nya. Kolose 2: 7-8 “Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur. Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.” Soli dei Gloria












DAFTAR PUSTAKA
Berkhof,  Louis. Teologi Sistematika 1: Doktrin Allah . Surabaya: Momentum, 2011.
Boice, James Montgomery. Dasar-Dasar Iman Kristen. Surabaya: Momentum, 2011.
Frame, John M. Apologetika Bagi Kemuliaan Allah. Surabaya: Momentum, 2011.
Hadiwijono, Harun. Kebatinan dan Injil. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2006.
Hadiwijono, Harun. Konsepsi Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa. Jakarta: Sinar Harapan, 1983.
Munder, Niel. Kebatinan dan Hidup sehari-hari Orang Jawa. Jakarta: Gramedia, 1983.
Noorsena, Bambang. Antara Banyangan dan Kenyataan. Yogjakarta: ANDI, 1992.
Palmer, Edwin H. Lima Pokok Calvinisme. Surabaya: Momentum, 2011.
Pawenang, Sri.  Dari Gelap Menjadi Terang. Yogjakarta: 1965.
Subagya, Rahmat.  Kepercayaan dan Agama. Yogjakarta: Kanisius, 1995.
Tong, Stephen.  Peta dan Teladan Allah. Surabaya: Momentum, 2012.
Williamson, G.I. Pengakuan Iman Westminster. Surabaya: Momentum, 2006.





[1]Yang dimaksudkan”perdebatan” dalam hal ini yang terjadi dari dalam adalah ketidaksepahaman dan ketidaksepakatan khususnya dalam hal doktrin yang terjadi diantara orang kristen (gereja) sendiri. Sedangkan perdebatan ekternal adalah perdebatan yang muncul dari orang-orang yang menentang kekristenan.
[2]John M. Frame, Apologetika Bagi Kemuliaan Allah (Surabaya: Momentum, 2011) 3.
[3]Ibid. 4.
[4]Niel Munder, Kebatinan dan Hidup sehari-hari Orang Jawa (Jakarta: Gramedia, 1983) 21.  
[5]Rahmat Subagya, Kepercayaan dan Agama (Yogjakarta: Kanisius, 1995) 14. 
[6]Ibid. 14
[7]Ibid. 14. 
[8]Bambang Noorsena, Antara Banyangan dan Kenyataan (Yogjakarta: ANDI, 1992) 7. 
[9]Ibid. 21. 
[10]Sri Pawenang, Dari Gelap Menjadi Terang (Yogjakarta: 1965) 6. 
[11]Harun Hadiwijono, Konsepsi Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa (Jakarta: Sinar Harapan, 1983)109. 
[12]Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2006) 25. 
[13]Ibid. 26. 
[14] Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil  (Jakarta: BPK.Gunung Mulia, 2006). 33.
[15] Ibid. 33.
[16]G.I. Williamson, Pengakuan Iman Westminster  (Surabaya: Momentum, 2006) 35. 
[17]James Montgomery Boice, Dasar-Dasar Iman Kristen (Surabaya: Momentum, 2011) 102.
[18]Ibid. 102. 
[19]Ibid. 102. 
[20]Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1: Doktrin Allah (Surabaya: Momentum, 2011) 29. 
[21]Ibid. 29.
[22]Stephen Tong, Peta dan Teladan Allah (Surabaya: Momentum, 2012) 6.
[23]Edwin H. Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Surabaya: Momentum, 2011) 8. 
[24]Bagi warga Sapta Darma yang fanatik sangat “mengutuk” orang islam yang mengajarkan untuk sholat menghadap ke Barat. Hal ini merupakan penghinaan. Sebalinya bagi silam hal ini juga merupakan penghinaan dengan sujud menghadap ke timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar